oleh : Umi Zakiatun Nafis
"Saling memuliakan sesama manusia adalah bagian penting dalam beragama" (Gus Dur)
Begitulah salah satu quote Gus Dur memperjuangkan nilai toleransi untuk masyarakat Indonesia. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan toleransi adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.
Obituarinya, orang menyebut Gus Dur sebagai bapak pluralisme karena berani dan konsisten membela kelompok minoritas, seperti keturunan Cina dan kaum muslim Ahmadiyah.
Salah satu tindakannya yang mendukung toleransi di negeri ini adalah membuat Konghucu menjadi sebuah agama yang resmi. Padahal, pada masa Orde Baru, agama yang Konghucu dilarang.
Pada era Gus Dur kebudayaan Tionghoa diakui sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia. Tak ada lagi dikotomi di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia mengenai pilihan antara mengambil pendekatan asimilasi atau integrasi seperti pada era Presiden Soekarno. Pertunjukan barongsai yang dulu dilarang, pada era Gus Dur juga diperbolehkan.
Tak ada lagi sekat hukum antara pribumi dan nonpribumi. Gus Dur juga melindungi kaum minoritas yang menganut agama atau kepercayaan di luar kelompok aliran utama agama-agama besar. Tak mengherankan jika Gus Dur melindungi kaum Ahmadiyah yang sering dikejar-kejar dan tak diberi ruang hidup dan berkembang oleh sekelompok masyarakat tertentu yang menginginkan pemurnian agama.
Ini juga sesuai dengan makna surat Al-Kafirun, Bagimu agamamu, bagiku agamaku, tanpa harus mengafir-ngafirkan mereka yang tidak menganut agama Islam. Bagi generasi muda, di dalam atau di luar NU,Gus Dur juga mengajarkan prinsip nonsektarian, suatu yang amat sulit di era itu.
Pemuda dan Toleransi
Kebhinnekaan di dalam kesatuan bangsa Indonesia adalah sesuatu berkah Tuhan yang harus tetap dijaga dan dilestarikan.Tak aneh jika kini berkembang kelompok kelompok pemuda dari berbagai agama dan suku serta ras yang berdiskusi mengenai masa depan bangsa Indonesia dan menabukan sekat-sekat eksklusivisme.
Tidak jarang Gus Dur mengkritik anak-anak muda yang tidak mengikuti langkahlangkah dalam gerak reformasi dan demokratisasi politik. Ini bukan ditujukan agar anak-anak muda itu sepaham dengannya, melainkan untuk menantang mereka agar kuat dalam aliran pikiran mereka masing-masing.
Untuk itu, kita sebagai generasi muda hendaknya bisa dan mau menjadi penerus perjuangan Gus Dur termasuk dalam menjunjung dan membangun nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun kehidupan sehari-hari.
Kolom, Toleransi
(Umi Zakiatun Nafis, 1740210063)

0 Komentar