MENCERCAP JEJAK TOLERANSI DI KUDUS


Instagram by @hasan_ali3182

Kudus - Sore itu, di ujung horizon langit semburat jingga membelah puncak Menara Kudus. Warna jingga pun beradu dengan warna bangunan Klenteng Hok Ling Bio yang berjarak 50 meter dari bangunan Menara Kudus, Senin (11/05/ 2020).

Sepanjang Jalan Madureksan tampak lengang, hanya beberapa pedagang yang terlihat penat menunggu rezeki datang. Memang semenjak pandemi ini, Menara Kudus yang biasanya ramai berubah menjadi sepi.

Meski suasana keramaian berubah drastis, napak jejak indahnya toleransi antara Sunan Kudus dan etnis agama lain tak berubah hingga kini. Klenteng Hok Ling Bio dan Menara Kudus menjadi saksi ajaran Sunan Kudus dalam menegakkan toleransi. Antar etnis dan beragama di kota ini.

Dari referensi yang masih tersimpan di klenteng, yakni berupa buku berjudul Inventarisasi Benda Cagar Budaya yang disusun oleh Tim Inventarisasi BCB Pemerintah Kabupaten Kudus, tercatat bangunan ini lebih tua dibanding Menara Kudus. Bangunan masuk dalam Cagar Budaya di Kabupaten Kudus. Telah menjalani renovasi dua kali, pada tahun 1889 dan 1976. Meskipun hanya dua kali di renovasi kondisi klenteng tetap terawat dan elok.

Dilansir dari Detik.com, Penjaga Kelenteng Hok Ling Bio, Pa Dol, menceritakan, bangunan klenteng memang lebih dulu daripada bangunan Menara Kudus.

Perwakilan Pengurus kelenteng, Wignyo Hartono, ditemui di toko kelontongnya tak jauh dari klenteng, mengatakan, dirinya mengelola kelenteng sudah hampir 25 tahun. Walaopun ada upacara keagamaan yang kadang terjadi secara bersamaan ,upacara keagmaan tetap berjalan secara damai

"Sejauh ini, hubungan antara umat beragama di lokasi ini terjalin harmonis. Kami hidup bersama di lingkungan ini (kawasan Menara Kudus)," katanya.

Toleransi Ala Sunan Kudus

Menyoal tentang dua bangunan Menara dan klenteng, terbesit tentang relasi Sunan Kudus dan Kyai Telingsing. Pasalnya, Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq mempunyai beberapa guru di antaranya seorang ulama Cina yang bernama The Ling Sing atau Kyai Telingsing. Kyai Telingsing merupakan seorang ulama dari negeri Cina yang datang ke Pulau Jawa bersama Laksamana Jenderal Cheng Hoo.

Dilansir dari Kompas.com, Penulis Al-Quds, Jerusalem in Java, Mark Woodward, menilai ajaran toleransi Sunan Kudus yang menarik adalah pelarangan menyembelih sapi. Waktu itu, Kudus merupakan daerah taklukan Kerajaan Demak dari Kerajaan Majapahit. Sebagian besar warganya beragama Hindu. Untuk menghormati mereka, Sunan Kudus meminta para pengikutnya tak boleh menyembelih sapi.

”Sampai sekarang, ajaran itu masih dianut masyarakat Kudus,” kata Mark. Artinya, Sunan Kudus ingin setiap pemeluk agama bergandengan tangan membangun kesucian dengan keyakinan dan cara masing-masing.

Sementara itu, Ketua Yayasan Masjid Menara Sunan Kudus (YM3SK) Nadjib Hassan, mengatakan, Islam tidak melarang penyembelihan sapi di Kudus. Larangan hanya diserukan Sunan Kudus untuk menghormati pemeluk agama Hindu.

”Kami hanya ingin melanggengkan tradisi itu melalui kurban kerbau di Masjid Menara Kudus. Pesannya sama, yaitu ajakan kepada masyarakat untuk menjunjung tinggi toleransi antar-pemeluk agama dan sesama manusia,” kata Nadjib

Oleh Fita Ariyani , 1740210058